Subscribe:

Ads 468x60px

Pages

Sabtu, 09 Juni 2012

Chibi's Diary Episode #14



“Kamu, kamu Eragon kan?,” Anisa memastikan pria yang berdiri di depannya adalah Eragon. Ia sangat akrab dengan wajah itu.

“Kalau iya kenapa?, kamu mau marah?, marah karena aku meningalkanmu?,” . Anisa terisak, semua rasa berkecamuk di dadanya. Antara bahagia atau bingung, silih berganti. Bagaimana mungkin Eragon yang makamnya sering ia kunjungi hari ini berdiri di depannya. Kalau Eragon masih hidup, siapa yang dimakamkannya di sana?.

“Maafkan aku Anisa,” Eragon hendak beranjak namun dengan cepat anisa meraih tangannya.

“Tungu! Kamu belum menjelaskan apa yang sudah terjadi,”

“Apakah itu penting? Tidak itu tidak penting. Cukuplah kamu tahu aku masih ada,”

“Tidak Eragon, itu tidak cukup. Semua tidak akan kembali semula bila kamu tidak menceritakan apa yang terjadi kepadaku. Bagaimana aku harus menerimamu tanpa mengetahui alasan yang logis kamu meninggalkanku?,” Anisa terus menggenggam lengan tangan eragon erat. Ia mulai menangis.

“Anisa, percayalah aku punya alasan yang benar meninggalkanmu saat itu,” Eragon meyakinkan, ditatapnya Mata Anisa dalam. Ia menyeka  buliran air mata yang mengalir di pipi Anisa pelan.

“Bagaimana Aku tau itu benar kalau kamu tidak bercerita?” Anisa tidak tahan untuk tidak memeluk Eragon. Dipeluknya eragon erat, erat sekali seakan tak ingin melepaskannya sebagaimana ia tak ingin kehilangan Eragon lagi. Eragon membalas pelukan Anisa dengan hangat, dikecupnya kening Anisa berkali-kali. Anisa terus menangis dalam pelukan Eragon, entah tangis bahagia atau luka karena ditinggalkan begitu lama.

“Aku akan Cerita, nanti,” Janji Eragon, dikecupnya lagi kening Anisa.



Pintu tiba-tiba dibuka, Cherly, Devy dan Gigi berdiri di depan pintu menyaksikan pemandangan yang sangat mengejutkan mereka. Anisa buru-buru melepas pelukannya pada Eragon, begitupula Eragon. Mereka berdua salah tingkah.

“Che,, Che,,Cherly! Kamu gak ketuk dulu?,” Anisa bersusah payah mengeluarkan sebuah kalimat, ia gugup.

“Aku pikir kamu masih belum bangun Anisa,” Ujar Cherly tersenyum, ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

“Kamu sudah baikan kan Anisa?,” Tanya Gigi. Anisa mengangguk.

“Kalian tahu dari manaku di sini?,” Anisa balik bertanya.

“Era yang kirim SMS ke aku,” Cherly menunjuk Eragon.

“Dan kamu, kenapa kamu tiba-tiba ada di sini? Kamu tahu darimana aku di sini?,” Anisa memandang Era.

“Kamu tadi malam pingsan,aku yang membawamu ke sini,” Jawab Eragon datar.

“Tadi malam aku dapat kabar Wenda masuk rumah sakit, aku buru-buru bermaksud  melihatnya. Dan dijalan  aku sebuah Taksi menabrak trotoar. Aku berusaha mendekati dan bermaksud membantu, ternyata tidakparah. Hanya Mobil yang rusak. Dan aku melihatmu pingsan di kuris belakang, aku meminta izin kepada sopir untuk membawamu kemari,” Lanjut Eragon bercerita. Entah kenapa  ada dada anisa tiba-tiba sesak. Ada rasa yang aneh ketika Eragon menyebut nama Wenda.

“Oh ya, kalau mau jenguk Wenda dia ada di Lantai satu,” Ujar gigi, tiba-tiba raut Wajah cherly berubah. Tampak jelas ia khawatir.

“Aku akan ke sana,” Eragon menyambar jaket yang di simpannya di dekat tempat tidur Anisa. Anisa semakin merasa ada yang aneh dengan perasaanya, Cemburu? Mungkin.

***

Hujan sudah reda, Cahaya matahri menembus kaca jendela. Wenda terbaring lemah. Energinya telah habis dipakai untuk menangis tadi. Lagipula datangnya Cherly tadi menenangkan batinnya.



Pintu dibuka, Wenda menoleh ke arah pintu.

“Kak Era!,” bisiknya lirih. Ia berusaha untuk duduk.

“Sudah, kamu berbaring saja,” Suruh Eragon. Wenda mendelik, tak disangaknya Eragon mengeluarkan suara. Tidak seperti biasanya.

“Tadi barusan kakak yang bicara?,”

“Iya, emang siapa lagi? Setan,” . Wenda tersenyum kecil, pria yang ia sukai kini duduk di samping tempat tidurnya.

“Maaf ya aku baru menjengukmu sekarang, tadi malam aku menolong Anisa. Taksi yang ditumpanginya menabrak trotoar dan dia pingsan. Aku menjaganya sepanjang malam,”. Ekspresi Wenda berubah drastis, senyumnya layu, dialihkannya pandangannya dari Eragon.

“Oh ya, aku dengar kamu coba bunuh diri, kenapa? Ada masalah apa yang begitu berat hingga kamu nekat begitu?,” Tanya Eragon dengan aura kedewasaannya. Wenda terkesiap, ia tak siap menerima pertanyaan ini. Haruskan iamengakui bahwa ia bunuh diri karena menginginkan Era,  Dilema.

“Mau tau atau mau tau banget?,” Wenda mencoba menjadikan pertanyaan itu sebagai sebuah gurauan, Eragon tersenyum.

“Aku serius. Tidak ada hubungannya dengan aku kan?,”. Wenda terkejut, ia sama sekali tak siap menerima pertanyaan itu.

“Kalau ia kenapa?,” Jawab Wenda refleks, ia menutup mulutnya menyadari ia telah mengaku. Eragon menatap Wenda tajam.

“Kenapa? Apa yang sudah kakak perbuat?,”

“Kakak tahukan? Aku sayang kakak. Dan kakak selalu mengacuhkanku.,”

“Karena alasan sepele itu?,”

“Bagi kakak itu sepele, tapi bagi aku tidak.”

“Maksud kamu?,”

“Kakak adalah orang pertama yang membuat aku jatuh cinta. Tahukah kakak betapa sakitnya mencitai sendirian? Mencitai tanpa balasan? Itu sakit banget kak,”. Eragon terdiam.

“Lalu aku harus memaksa diri mencitaimu? Sebagai adikmungkin bisa, lebih dari itu tidak bisa Wenda. Cinta itu tentang hati, ia tidak bisa kita atur sesuak hati,”. Wenda terdiam, kata-kata Eragon Menghujam ke dalam hatinya. Tanpa ia sadari air mata kembali mengalir dari matanya yang indah.

“Maafkan aku Wen!,” Eragon berusah menenagkan Wenda, dipeluknya Wenda erat.



Jumat, 08 Juni 2012

Chibi's Diary Episode #13

Suasana pagi di rumah sakit masih cukup sepi. Sudah lebih dari sejam Wenda sadarkan diri. Dilihatnya gigi sedang tertidur duduk di samping tempat tidurnya. Ia dapat merasakan perih di tangannya, perih yang tiada bandingnya dibanding perih yang ia rasakan dihatinya.
Hujan masih rintik di luar, tampak jelas garis-garis hujan di kaca jendela.  Wenda mencoba duduk, tatapan matanya kosong. Entah bagaimana cinta itu menjungkirbalikkan kehidupannya. Merubah Wenda yang selalu ceria menjadi Wenda yang terkurung dalam keputus asaan. Titik air hujan tiba-tiba harus beriring dengan air matanya yang mengalir deras. Seperti anak sungai, air matanya mengalir melewati pipi lalu turun dan menetes di dagunya.
Hujan kian deras seperti tidak mau kalah dengan air mata wenda .
“Wenda, kamu sudah bangun?,” Tanya Gigi sambil mengucek matanya, ia belum menyadari kondisi Wenda. Wenda terus menangis tanpa peduli.
“Kamu kenapa nangis?,” Gigi masih belum mengerti dengan Wenda yang menangis.
“Pergi!!! Tinggalkan aku sendiri!!,”Teriak wenda, wajahnya tampak kusut karena menangis.
“Wenda, please jangan begini. Sebenarnya kamu kenapa?,”
“Kamu gak tahu apa-apa, diam dan keluar dari sini!,” Teriak Wenda lagi, suaranya parau.
“Wen….,”
“cukup!!! Keluar atau aku akan nekat lagi,” Wenda mengancam , dipegangnya jarum yang mengalirkan darah ke lengannya hendak mencabutnya. Gigi  melangkah keluar, sebenarnya ia takut dengan meninggalkan Wenda sendiri wenda akan berbuat nekat.
***
“Gigi, kamu kok di luar?,” Tanya Cherly yang baru saja datang bersama Devy.
“Wenda mengusirku,” Jawab Gigi sedih
“Jadi yang jaga Wenda sekarang siapa?,” Tanya Devy. Gigi hanya menggeleng kepalanya lesu.
“Tidak ada? Kenapa kamu tinggalkan?,” Tanya Cherly lagi
“Wenda mengancam akan berbuat nekat kalau aku tidak keluar. Aku bingung Cher,”. Cherly berpikir sejenak, ia tampak gelisah.
“baiklah, kamu dan devy tunggu di sini. Aku masuk ke dalam,” Cherly memutuskann masuk ke kamar Wenda.
“Kamu yakin Cher? Kenapa tidak kita biarkan dia sendiri dulu?,” Tanya Devy
“Kalau kita biarkan dia sendiri, kita tidak tahu apa yang ia perbuat di dalam. Aku takut dia nekat lagi Dev,” Cherly meyakinkan. Devy dan Gigi setuju menunggu di luar.


Bersambung


Selasa, 05 Juni 2012

Chibi's Diary Eps 12


 "Anisa!," sebuah suara memeikik dari seberang sana. beberapa menit yang lalu hape anisa berdering, Cherly menelepon.
"Ada apa cher?," Anisa tampak khawatir. dari nada suara cherly ia tahu ada masalah. Lagipula ini sudah malam, tidak mungkin cherly menelponnya untuk hal yang remeh temeh.
"Wenda Nis, Wenda," Cherly masih belum mampu mengontrol emosinya.
"Iya, ada apa dengan Wenda?" Anisa tambah khawatir.
"Wenda sekarang di rumah sakit, ia mencoba bunuh diri Nis,"
"Bunuh diri? Ada apa kok sampai bunuh diri?" Anisa tak habis pikir. Sahabatanya yang bertahun-tahun dikenalnya tiba-tiba mencoba bunuh diri. Pasti ada sesuatu yang sangat menekan batinnya.
"Ceritanya panjang Nis, aku gak bisa nyeritainnya sekarang,"
"Oke, kamu sHujan ekarang dimana?,"
"Aku dan temen temen lain udah di rumah sakit, Rumah sakit yang sama tempat merawat Era waktu itu,"
"Oke, aku ke sana Cher," anisa segera bergegas untuk bergabung dengan teman-temannya yang sedang menunggui Wenda. Sesungguhnya perasaannya belum pulih sempurna, tapi baginya seorang sahabat tetaplah lebih berharga.
 ***
Hujan mulai turun membasahi kota jakarta. Ribuan tetes air hujan berguguran dari angkasa. Sebuah Taxi biru melaju di tengah malam menyusuri jalanan Jakarta yang lengang. Di kursi belakang tampak seorang gadis yang sedang gelisah. Berkali-kali ia melihat jam tangan dan menyuruh sang supir untuk mempercepat laju kendaraan.
'Pak, cepetan ya pak," Pinta Anisa
"Iya mbak, ini juga sudah maksimal. Kalau lebih cepat lagi bahaya lho mbak," . anisa terus memasang wajah gelisah. Semua kegalauannya tentang eragon seperti lesap diterbangkan angin. Satu-satunya yang ada di kepalanya adalah Wenda. Jarum jam seakan berputar begitu lambat, belum lama ia duduk di kursi taksi, namun sudah lebih dari sejam ia merasa duduk disana. Bekali-kali ia meminta sang supir mempercepat laju kendaraan, namun sang supir tetap tidak mengabulkannya.
"Pak, tolonglah. saya harus cepat sampai ke rumah sakit,"
"Mbak liat sendiri kan, hujan begitu deras. Saya tidak dapat melihat  jalan dengan baik, lagipula jalanan licin. Saya tidak berani menanggung resiko.,"
"Saya tidak peduli pak, saya harus cepat sampai di sana," pekik anisa. Airmatanya tumpah, tak kalah de Wenda. sang sopir hanya menggeleng seraya menginjak gas lebih keras.
"Brak" Sebuah suara mendengung di telinga Anisa, Tiba-tiba semua menjadi gelap.
***
Anisa mencoba membuka mata, silau. Cahaya matahri menembus ventilasi tepat di depan tempat ia berbaring. Seorang pria muda tampak duduk membelakanginya.
"Kamu sudah bangun Anisa?,". Anisa sangat mengenal suara itu, ia menggeleng gelengkan kepalanya tidak percaya.
"Kok diam? Kamu baik baik saja kan?,". Anisa tetap diam. Pria itu membalik badannya, bayang-bayangnya jatuh tepat menimpa anisa. anisa tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, tapi ia jelas tahu siapa yang berdiri di hadapannya.


Bersambung